Dweller

Advertise

­ ­

Tuesday, December 7, 2010

'Hidden Agenda' Pembatasan Subsidi BBM

INILAH.COM, Jakarta - Pembatasan konsumsi BBM bersubsidi awal 2011, dicurigai memilki agenda terselubung. Sebab, kebijakan tersebut sangat tidak populer, bahkan dibanding kenaikan harga BBM.

Hal ini diungkapkan pengamat energi Kurtubi kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (7/12). Ia menilai, kebijakan pemerintah melarang konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi bagi mobil pelat hitam, mengundang kecurigaan. Terutama karena sangat bersiko. “Karena itu, patut dicurigai adanya hidden agenda di balik kebijakan ini,” ujarnya.

Ia mensinyalir, pembatasan BBM ini dilakukan pemerintah untuk membuka pasar bagi SPBU-SPBU asing, yang selama ini kekurangan pelangga. Meski kecurigaan ini selalu dibantah, Kurtubi menilai, hal seperti ini selalu terjadi. Dimana pom-pom bensin non-Pertamina akan mendapat limpahan pelanggan baru, sehingga mencapai kapasitas maksimal. “Namun, saya kembalikan kepada publik untuk melakukan penilaian, terkait adanya hidden agenda ini,” katanya.

Kurtubi menilai, pemerintah sebenarnya bisa memilih kebijakan lain yang risikonya lebih rendah. Seperti menaikkan BBM jenis premium, sesuai biaya pokoknya (Rp6.000) sehingga subsidinya nol. “Tapi, meski subsidinya dicabut, harganya masih jauh lebih rendah daripada harga BBM jenis Pertamax di level Rp6.900 per liter,” jelasnya.

Menurutnya, harga pokok tersebut didasarkan pada kenaikan harga minyak mentah dunia yang saat ini merangkak naik mendekati US$90 per barel $. Sebab, harga keekonomian BBM jenis Premium pun naik jadi Rp6.000 per liter. “Tapi, dengan kebijakan pembatasan BBM oleh pemerintah, rakyat justru dipaksa membeli Pertamax di level Rp6.700,” timpalnya.

Lebih lanjut Kurtubi memastikan, penerapan kebijakan tersebut akan memicu melambungnya inflasi dan lemahnya daya beli masyarakat. Sebab, baik BBM jenis Super milik Shell (asing) maupun Pertamax (Pertamina) dalam tiap pekannya akan semakin naik. “Sebab, baik Shell maupun Pertamax mengkuti harga pasar,” tukasnya.

Per 1 Desember 2010, harga BBM Shell jenis Super R92 untuk wilayah Jabodetabek berada di level Rp6.850 sedangkan Pertamax untuk UPMS III (Jakarta) di level Rp6.900 per liter.

Kurtubi memperkirakan, jika saat ini harga Pertamax di level Rp6.900, dalam dua pekan ke depan harganya bisa di atas Rp7.000 per liter. “Ini akan terus merayap naik seiring potensi kenaikan harga minyak mentah dunia ke level US$95 per barel,” paparnya.

Ia pun menyarankan agar pemerintah jujur menjelaskan, mengapa kebijakan tersebut dipilih dan akan diterapkan 1 Januari mendatang. “Untuk mengurangi subsidi mengapa rakyat dilarang membeli Premium sehingga rakyat dipaksa membeli BBM non subsidi yang harganya akan terus naik,” tandasnya.

Sementara itu, hingga saat ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih menunggu laporan dari Kementerian Energi Sumber Daya Alam dan Mineral (ESDM) terkait analisa dan kesiapan pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan itu.

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Zainuddin Amali menuturkan, pihaknya belum memiliki sikap hingga pemerintah nantinya bisa menjelaskan terkait analisis komperhensif dan kesiapan secara teknis terkait pembatasan BBM itu. “Kami lihat nanti setelah pemerintah duduk bersama dengan DPR. Kami menunggu laporan dari Kementerian ESDM yang dijadwalkan berlangsung pada Kamis (8/12) besok,” tuturnya. [ast]

http://ekonomi.inilah.com/read/detai...an-subsidi-bbm

0 komentar:

Post a Comment

 
Powered by Blogger