Dweller

Advertise

­ ­

Tuesday, December 14, 2010

Eks Uni Soviet Milik Keluarga Kaya

WASHINGTON DC, minggu - Beberapa negara eks Uni Soviet di Asia Tengah saat ini dikuasai oleh keluarga-keluarga kaya yang mempraktikkan korupsi dan kolusi. Mereka hidup bermewah-mewah di tengah kemiskinan rakyat dan menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

Demikian terungkap dalam kawat-kawat diplomatik rahasia dari Kedutaan Besar AS di Uzbekistan dan Azerbaijan, dua negara eks Uni Soviet yang kaya minyak. Kawat-kawat tersebut bocor melalui WikiLeaks dan dikutip harian The Guardian, Inggris, Minggu (12/12).

Para diplomat AS di Tashkent, Uzbekistan, menyebut, korupsi, organisasi kriminal, kerja paksa, dan penyiksaan merajalela di negara yang dipimpin oleh Presiden Islam Karimov sejak 1990 itu. Anak sulung Karimov, Gulnara Karimova, digambarkan sebagai seorang perempuan serakah, haus kekuasaan, dan menggunakan kekuasaan ayahnya untuk menghancurkan bisnis atau siapa pun yang menghalangi jalannya.

Dengan status diplomat yang diberikan sang ayah, Karimova lebih sering tinggal di Spanyol atau Geneva, Swiss, tempat perusahaan miliknya, Zeromax, terdaftar. Di negaranya sendiri, Karimova, yang bergaya hidup jetset, dikabarkan sering memaksa diikutsertakan dalam bisnis-bisnis besar yang paling menguntungkan.

Beberapa pengusaha asal AS pernah menceritakan, setelah menolak tawaran Karimova untuk membeli saham perusahaan telepon seluler Skytel yang mereka jalankan, frekuensi sinyal perusahaan tersebut diacak oleh para pejabat Uzbekistan. Karimova juga dilaporkan mendapatkan sebagian saham perusahaan pembotolan minuman Coca-Cola setelah perusahaan itu diselidiki dalam kasus pajak.

Ia juga dilaporkan mendapatkan kontrak usaha minyak untuk Zeromax setelah membuat kesepakatan dengan seorang ”bos mafia lokal”. ”Dia masih menjadi satu-satunya orang paling dibenci di seluruh negeri,” demikian bunyi laporan Kedubes AS.

Karimova juga menjadi penyanyi lagu-lagu pop, menjadi desainer perhiasan, dan terdaftar sebagai salah satu profesor di Universitas Ekonomi dan Diplomasi Dunia di Tashkent.


Feodalisme Eropa

Kondisi serupa terjadi di Azerbaijan. Sebuah laporan dari Kedubes AS di Baku menyebutkan, negara itu menyerupai Eropa zaman Abad Pertengahan, yakni dikelola keluarga-keluarga feodal. ”Azerbaijan saat ini dikelola dengan perilaku yang menyerupai feodalisme seperti di Eropa pada Abad Pertengahan: beberapa keluarga, yang memiliki koneksi baik, menguasai daerah-daerah geografis dan sektor-sektor ekonomi tertentu,” ungkap kawat tersebut.

Keluarga-keluarga tersebut saling berkolusi menggunakan mekanisme di pemerintahan untuk menghalangi masuknya pesaing-pesaing dari luar.

Salah satu tokoh keluarga yang disorot oleh Kedubes AS adalah Ibu Negara Mehriban Aliyeva alias istri Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev. Kawat yang dikirimkan Januari lalu menyebut Aliyeva berasal dari keluarga Pashayev, salah satu keluarga paling berpengaruh di negara kaya minyak itu.

Aliyeva disebut telah melakukan operasi plastik ”substansial” di luar negeri dan lebih ”sadar mode” dibandingkan umumnya kaum perempuan di negara bermayoritas penduduk Muslim tersebut.

Aliyeva juga menjadi anggota parlemen Azerbaijan meski disebut ”tidak tahu banyak soal isu-isu politik”. Keluarganya menguasai berbagai cabang bisnis, termasuk memiliki beberapa bank, sebuah perusahaan asuransi, konstruksi, biro perjalanan, dan agen tunggal mobil mewah Bentley.

Koleksi pribadi benda seni kontemporer milik Aliyeva begitu banyak sehingga menjadi koleksi dasar untuk mendirikan museum seni modern di Baku.


Ambivalensi Barat

Meski sebagian besar kawat tersebut menyoroti negara-negara itu secara negatif, isi laporan diplomatik AS juga menunjukkan ambivalensi sikap negara-negara Barat.

Di satu sisi, AS ingin menjadi pahlawan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) dengan mendukung para pejuang HAM di negara seperti Uzbekistan. Namun, di sisi lain, AS tak berani bersikap keras terhadap negara tersebut karena takut kehilangan akses jalur suplai bagi pasukan AS di Afganistan.

Uzbekistan, yang berbatasan langsung dengan Afganistan di sebelah utara, menjadi bagian dari apa yang dinamakan AS sebagai Jaringan Distribusi Utara (Northern Distribution Network/NDN). Selain Uzbekistan, jalur distribusi suplai kebutuhan pasukan AS dan NATO tersebut juga meliputi Azerbaijan, Rusia, Latvia, Georgia, Kazakhstan, dan Tajikistan.

Salah satu kawat mengungkapkan bagaimana Presiden Islam Karimov tahun lalu marah besar saat Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menganugerahkan penghargaan Woman of Courage Award kepada pejuang HAM asal Uzbekistan, Mutabar Tadjibayeva, yang baru saja dibebaskan dari penjara.

Pada 18 Maret 2009, Duta Besar AS untuk Uzbekistan Richard Norland kena marah Presiden Karimov, yang ”secara implisit mengancam menutup jalur transit kargo untuk pasukan AS di Afganistan melalui Jaringan Distribusi Utara”.

Norland mengaku berhasil menenangkan Karimov saat itu, tetapi mengirimkan pesan peringatan kepada Washington yang berbunyi, ”Jelas, menekan dia (apalagi di depan publik) bisa membuat kita kehilangan jalur transit”.

Karimov, yang sudah berkuasa lebih dari 20 tahun, sering dikritik oleh kelompok-kelompok pejuang HAM karena berbagai catatan tentang pelanggaran HAM, termasuk penggunaan metode penyiksaan di dalam penjara. Karimov menolak semua tuduhan ini.

Sumber: kompas.


0 komentar:

Post a Comment

 
Powered by Blogger